Komunikasi terjadi dengan berkata-kata. Walaupun sekarang orang berkomunikasi, tidak harus melalui kata-kata lisan, karena dapat dilakukan dengan WA dan media sosial yang lain. Yang pasti cara berkata itu, sangat penting dalam berkomunikasi dan mempengaruhi hasilnya. Bisa berhasil baik, atau malah berakibat buruk.
Kemampuan berkata-kata dengan baik, santun, bijak dan tidak menyakiti orang yang diajak bicara, sangat menentukan hasil dari komunikasi tersebut. Sebenarnya hal itu tidak semata mata diperoleh dengan kemampuan berbicara saja, tetapi ada latar belakang yang menjadi dasar dari cara berkata kata.
Kemampuan berkata-kata sangat dipengaruhi oleh karakter seseorang, tingkat pendidikan, budaya, agama dan lingkungan di mana dia berada. Semua itu berakumulasi dan membangun kemampuan untuk melakukan berkata kata dan berbicara.

Pada kenyataannya di masyarakat dan di media sosial, justru yang menonjol adalah orang yang berkata kasar. Mereka yang tidak menghargai orang, mengumbar caci-maki, menyakitkan dan melukai hati. Dan yang mengherankan justru yang tipe begini disukai dan terus menerus muncul di media sosial. Biasanya yang tipe begini, tidak mau kalah, berebut duluan berbicara, tidak menghargai opini orang, menginterupsi, memojokkan orang dan mau menang sendiri.
Yang memprihatinkan kita menyaksikan, bukan politician saja yang menderita sindrom ini, bahkan beberapa ulama dan ahli agama yang juga banyak mengumbar kalimat-kalimat yang menjelekkan orang. Dan itu menyakitkan dan melukai hati.
Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut dan yang ditulis di layar HP, ibarat air yang mengucur dari wadahnya. Jika isi wadahnya kotor, maka yang keluar juga akan kotor juga. Jadi yang perlu dibersihkan terlebih dahulu adalah wadahnya. Jika wadahnya bersih, isinya juga akan bersih, sehingga yang keluar dari wadah akan bersih juga.
Sebab, ketika sebuah ucapan sudah terlanjur terucap dan menyakitkan orang lain, maka sulit untuk ditarik kembali. Jadi benar pepatah mengatakan, bahwa lisan itu lebih tajam dari pedang.
CONTOH NABI
Nabi Muhammad SAW berpesan dalam hadits : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari No.6019).
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya mengendalikan lisan agar selalu berkata yang baik, menahan diri dari perkataan kotor dan dusta. Berkata dengan sopan santun, menghindari pembicaraan yang tidak penting. Menahan pembicaraan yang mengandung permusuhan, penghinaan, cacian, merendahkan orang lain dan dusta. Juga menghindari ghibah atau membicarakan aib orang lain.
Ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menasehati Firaun, berpesan agar berbicara dengan kata-kata yang lemah lembut (QS.20:44).
Ayat ini mengandung pelajaran yang penting. Sekali pun Firaun adalah manusia yang sangat membangkang dan sangat takabur, sedangkan Musa adalah manusia pilihan Allah, Musa tetap diperintahkan agar dalam menyampaikan risalah-Nya kepada Firaun, dengan memakai bahasa dan tutur kata yang lemah lembut dan sopan santun.

Nabi Musa dan Nabi Harun dalam dakwahnya kepada Firaun memakai kata-kata yang lemah lembut dan sopan santun. Hal ini agar kesannya lebih mendalam, lebih menggugah perasaan, dapat membawa hasil dan mengubah pendirian Firaun.
Sekarang ini orang “berkata” bukan hanya dengan mulut, tetapi dengan ujung “jari-jarinya.” Melalui layar ponsel, kata-kata berhamburan begitu cepat. Dalam hitungan detik, apa yang diketik sudah menyebar kemana-mana. Jadi mesti juga berhati-hati dengan jari-jarimu.
Jika terjadi sesuatu yang buruk. Sebab ada orang yang membaca lalu melakukan apa yang diketik, maka si pengetik akan mendapat dosa yang setara dengan orang yang melakukannya. Berhati-hatilah.
Akhirnya, marilah mencoba dan berusaha berkata dengan baik, santun dan lembut. Dengan membayangkan seandainya kita yang mendengar kata-kata buruk itu, bagaimanakah perasaan kita? Memang tidak dapat mengubah seketika. Sebab kata-kata kita sangat dipengaruhi sesuatu yang berada dibalik itu. Marilah lebih dulu —dengan kesadaran penuh— kita mengubah hal-hal yang berkaitan dengan karakter, budaya, keyakinan dan lingkungan dimana kita berada.
Semoga Ramadan mengajarkan dan memberi inspirasi, untuk berkata dengan lebih santun, bijak dan tidak menyakiti orang lain.
You are what you said. So, be careful with your words, will you brother?
KMO : Selasa, 28 Maret 2023 – Puasa hari 6
Ki Pandan Alas