Hari Rabu 22 Maret 2023 ini umat Hindu di Bali, menjalankan upacara hari Raya Nyepi. Umat Hindu sekali dalam setahun, melakukan Catur Berata Penyepian, terdiri dari : amati geni, amati lelanguan, amati lelungan, amati karya. Catur Brata Penyepian adalah empat pantangan yang harus dijalankan saat melaksanakan hari Nyepi.
Amati Geni tidak menyalakan api. Api yang dimaksudkan sebenarnya adalah sifat-sifat manusia yang seperti api, yaitu emosi dan amarah. Amati Lelanguan tidak boleh berfoya-foya atau bersenang-senang, agar tidak terjerumus melakukan hal yang negatif. Amati Lelungan tidak boleh bepergian, harus tetap diam di rumah. Waktunya untuk melihat lebih cermat ke dalam diri, dan melakukan instropeksi diri. Amati Karya tidak boleh melakukan pekerjaan, tetapi bukan berarti sama sekali tidak berkegiatan.
Dalam agama Budha, seseorang mencapai tingkatan Bodhisatwa juga setelah melalui perjuangan yang tidak ringan. Sidharta Gautama (563 SM-483 SM) pada usia 29 tahun meninggalkan semua urusan dunia, dan bertapa di bawah Pohon Bodhi. Sampai tercerahkan dan menjadi seorang Budha, ketika berusia 35 tahun.
Dalam Islam, Muhammad al Amin melakukan uzlah, khalwat di Goa Hira’, beliau menyingkir dari hiruk-pikuk dunia dan bermunajad kepada Allah Swt. Setelah 40 hari, pada suatu malam datanglah Malaikat Jibril dan berkata : Iqra’! Bacalah! Itu adalah wahyu yang pertama. Dan sejak itu Muhammad al Amin diangkat menjadi Rasulullah, utusan Allah.

Kisah nyata diatas menjelaskan, ketika kekuatan pikiran dan logika sudah tidak mampu lagi menjelaskan dan menguraikan keingin-tahuan, tentang masalah-masalah yang diluar logika manusia, dan misteri-misteri lainnya, maka manusia butuh menyendiri dan nyepi. Dan melakukan kontemplasi, menyingkir dari kehidupan dunia, mengurangi kebutuhan fisik, sampai pada titik dibawah minimal.
Manusia butuh situasi yang senyap, sunyi, nyepi, keheningan, sebagai sarana untuk mencari jati diri sendiri yang sebenarnya. Siapakah aku dan AKU? Para aulia dan anbiya selalu melakukan uzlah, mengasingkan diri, nyepi. Pada saat beliau menyadari situasi yang sudah tidak dapat dikendalikan oleh alam fikiran. Ketika semua daya pikir sudah dikerahkan, tetapi tidak juga diperoleh pemahaman atas sesuatu masalah, akhirnya sebagai mahluk yang dhaif, manusia mesti kembali kepada jati dirinya.
Komunikasi dengan Almighty Allah Swt mesti dilakukan dengan situasi dan waktu yang khusus. “Menemui” Allah tidak mungkin dilakukan pada situasi yang berisik, riuh, ramai, hiruk-pikuk. Baik dalam arti sebenarnya, maupun dalam kiasan dimana hati dan fikiran dipenuhi dan dikuasai oleh kepentingan dunia. Dibutuhkan suatu situasi yang hening, dimana seseorang dapat berada dalam suasana khusyuk, sehingga bisikan suara hati nurani lebih jelas dan jernih terdengar.
Akhirnya, marilah kita renungkan bersama, Nyepi dan Uzlah adalah upaya manusia untuk merenungkan diri, introspeksi dan menyadari kekurangan dan kesalahannya. Dan lebih daripada itu, keheningan ini adalah kebutuhan mutlak dan menjadi sarana untuk melakukan komunikasi, dengan Yang Maha Segala.
Tatkala sudah mengerti dan memahami yang begitu, seyogyanya manusia lebih sering melakukan “nyepi” walau dalam skala kecil sekalipun. Dan dengan penuh kesadaran, terus mencari jati dirinya yang sebenarnya.
Jangan biarkan kesibukan dan masalah dunia menghalangi, membungkus dan membuat terlena, kepada tujuan hidup yang sebenarnya.
Wallahua’lam …
Kemayoran, 21 Maret 2023
Ki Pandan Alas