Ngloram, JB Soedirman & Wiriadinata

Tiga bandar udara yaitu Bandara Ngloram di Cepu Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga dan Bandara Wiriadinata di Tasikmalaya, telah selesai dibangun dan dioperasikan. Hanya saja demand untuk transportasi udara dari ketiga bandara tersebut tidak cukup. Apalagi kemudian ada pandemi Covid 19 yang menyebar di seluruh dunia. Pandemi ini semakin menurunkan demand terhadap transportasi udara. Bahkan Bandara JB. Soedirman dan Bandara Wiriadinata sudah tidak melayani penerbangan komersial lagi.


Badan Kebijakan Transportasi mencoba menganalisis dengan melakukan survei bagaimana agar ketiga bandara ini dapat dimanfaatkan dan beroperasi lagi. Dari survei tersebut diperoleh beberapa data yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Yang penting adalah adalah mengenai catchment area jumlah penumpang atau jumlah penduduk yang diperkirakan memiliki keinginan, untuk terbang menggunakan transportasi udara, dari ketiga bandara tersebut. Selain itu mengenai Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP).

Gambar diunduh dari Google Earth

CATCHMENT AREA

Bandara Jenderal Besar Soedirman berada di wilayah Kabupaten Purbalingga yang luasnya 777 Km2, dengan jumlah penduduk 1.077.794 orang. Berdasarkan pemetaan asal tujuan transportasi nasional tahun 2018 Badan Kebijakan Transportasi, bahwa potensi pergerakan dari Purbalingga ke luar kota sebanyak 48,5 ribu atau 5,24% dari jumlah penduduk Kabupaten Purbalingga. Tujuan terbanyak ke Jabodetabek 4% Kalimantan Timur 2,3% dan Riau 1,1%.

Sementara untuk bandara Wiriadinata yang terletak di dekat Kota Tasikmalaya dengan penduduk 732 ribu jiwa ada sebanyak 33 ribu orang atau 4,5% dari jumlah penduduk yang bergerak ke luar kota setiap hari. Tujuan terbanyak ke daerah Sumatera Selatan 34,5% Kalimantan Utara 14,4% dan Jawa Timur 10,8%.

Cakupan wilayah di sekitar Bandara Ngloram adalah Kabupaten Blora, Bojonegoro dan Tuban, dengan jumlah penduduk 938 ribu jiwa. Menurut survei ATTN tahun 2018, diperkirakan ada 5% dari jumlah penduduk, atau sebanyak 44 ribu melakukan perjalananan ke luar kota. Destinasi terbanyak adalah Jabodetabek 6,3%, Kalimantan Timur 0,5% dan Sumatera Utara 0,4%.

Penerbangan Perdana JB Soedirman – Pondok Cabe

TRANSPORTASI DARAT

Keinginan atau demand terhadap transportasi udara ternyata bersaing dengan transportasi darat, berupa: kereta api, bis antar kota, travel agent, taxi dan sebagainya. Oleh sebab itu jumlah yang diperkirakan akan menggunakan pesawat udara semakin terkikis, apalagi dengan mempertimbangkan bahwa harga tiket pesawat jauh lebih tinggi daripada harga tiket bus antar kota dan tiket kereta api.

Harga tiket kereta dan bus, secara rata-rata hampir separuh dari harga tiket. Inilah yang membuat para pengguna jasa transportasi lebih memilih moda transportasi darat. Disamping itu jumlah dan kualitas transportasi darat ini semakin hari semakin baik dan memadai, mudah didapat dan harga tiketnya cukup terjangkau. Inilah yang terjadi dan itu membuat demand transportasi udara menurun.

ABILITY TO PAY AND WILLINGNESS TO PAY

Ability to pay atau kemampuan untuk membayar berkaitan erat dengan pendapatan seseorang. Dibalik kemampuan membayar itu tersirat bahwa seseorang yang telah sukses dan berhasil, seyogyanya mempunyai keinginan membalas untuk masyarakatnya dan membantu untuk suatu keberhasilan.  One idea behind “ability to pay” is that those who have enjoyed success should be willing to give back a little more to the society that helped make that success possible.

Sedangkan keinginan untuk membayar atau Willingness To Pay adalah harga tertinggi, yang ingin dibayar suatu produk atau pelayanan oleh pelanggan.   Willingness to pay (WTP) is the maximum price that a customer is willing to pay for a product or service. Dan WTP ini bervariasi tergantung konteksnya, perbedaan demografi dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. WTP varies depending on the context, different demographics, the specific customer in question, and can fluctuate over time.

Adapun angka Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) dari 3 bandara tersebut tampak pada tabel dibawah ini. Untuk Bandara Wiriadinata ATP=681 dan WTP=715. Bandara Jenderal Besar Soedirman ATP=764 dan WTP=571, sedangkan Bandara Ngloram ATP=589 dan WTP=822.

Sumber : Hasil Survei tiga bandara

Angka WTP menunjukkan kemauan untuk membayar, yang menjadi tolok ukur keinginan seseorang yang dapat direalisasikan dalam menggunakan jasa pesawat terbang, dan untuk membeli tiket pesawat. Dari ke tiga bandara tersebut angka WTP berada cukup jauh dari harga tiket pesawat. Ini berarti keinginan membayar untuk menggunakan transportasi pesawat, masih tidak cukup kuat.

Oleh karena angkanya lebih rendah, hanya sekitar separuh dari harga tiket, maka jumlah penumpang yang akan diperkirakan menggunakan pesawat terbang akan tidak begitu besar. Seiring dengan bertambah baiknya transportasi darat, maka keinginan untuk terbang bahkan akan terus menyusut.

SUBSIDI HARGA TIKET

Fakta angka ATP dan WTP yang tidak cukup besar ini, berarti demand untuk menggunakan pesawat tidak mencukupi. Ini akan sangat mempengaruhi tingkat keterisian seat pesawat. Kenyataan ini akan membuat airline tidak tertarik untuk menerbangi rute ke bandara tersebut. Sebab airline baru mendapat titik impas, jika pesawat terisi separuh dari jumlah seat yang tersedia. Jika kurang dari separuh seat terisi, airline tidak akan menerbangi rute tersebut. Airline akan lebih memilih rute lain dengan jumlah penumpang yang memadai untuk memperoleh pendapatan, dan menutup biaya operasinya.

Penerbangan komersial perdana Bandar Udara Ngloram – Cepu

Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah Daerah dapat memberi subsidi. Caranya dengan memberikan sejumlah angka bagi airline, untuk menutup biaya operasinya. Dan angka ini dapat dibicarakan secara teknis antara Pemerintah Daerah dan airline. Hanya saja ini juga tidak mudah, sebab Pemerintah Daerah memiliki prioritas sendiri dalam memajukan daerahnya. Lagipula rasanya tidak fair jika memberi subsidi kepada para penumpang pesawat yang relatif lebih baik pendapatannya, daripada sebagian besar penduduk lainnya yang lebih membutuhkan. Subsidi ini barangkali dapat diberikan sebagai insentif untuk memacu peningkatan keterisian seat pesawat, pada saatnya nanti akan dihentikan. Dan yang perlu dipertanyakan adalah, sampai berapa lama subsidi ini akan diberikan?

Cara lainnya adalah pemerintah daerah mesti berusaha bagaimana caranya membuat agar daerahnya menarik, untuk dikunjungi oleh para pendatang dari luar daerah. Dan yang menarik itu biasanya adalah berupa perdagangan, pariwisata, atau investasi, yang lazim dikenal sebagai Trade, Tourism & Investment (TTI). Jika salah satu dari TTI berada di wilayahnya dan cukup besar, maka bandara akan bisa berkembang, menjadi sarana mengakomodasikan pergerakan penumpang dan barang yang akan datang dan pergi ke wilayah tersebut.

Bandara Enclave Sipil Wiriadinata

Ada pemikiran bahwa karena ini adalah promoting function dari suatu bandara maka sebaiknya subsidi ini dapat di sharing antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Tentu saja hal ini tidak mudah, karena membutuhkan keputusan bersama dan kesepahaman dan juga willingness to promote, sesuatu daerah tertentu. Sebab, mesti ada waktu tertentu dalam pemberian insentif promosi ini. Dan yang tidak dapat dipastikan adalah sampai kapan, insentif ini akan diberikan?

Akhirnya, ada beberapa alternatif pilihan untuk menggunakan bandara itu sambil menunggu penumpang penggunanya. Misalnya, Bandara Wiriadinata dapat menjadi bandara tempat latihan terbang atau Flying School. Dan Bandara JB Soedirman dan Ngloram dapat melayani penerbangan charter. Ini juga butuh analisis lagi yang lebih cermat. Apakah market-nya ada? Dan seberapa banyak?

Kemayoran : 11 Maret 2023

Heru Legowo