
Tahun baru 2023 di tengah-tengah situasi pasca pandemi dan perang Rusia-Ukraina, yang tidak kunjung selesai. Dan juga hantu resesi yang membayang di depan mata, banyak orang bertanya “bagaimana” untuk menjalani tahun ini.
Dan dalam menyikapi hal itu, kebanyakan orang lebih konsen dan lebih menitikberatkan kepada pertanyaan “bagaimana,” daripada “mengapa.”
Di perusahaan swasta, pemerintah BUMN dan institusi lainnya, pertanyaan dari para boss adalah: “bagaimana” menjalani tahun ini, agar mencapai target yang sudah ditetapkan. Akibatnya semua sibuk berusaha dengan segala cara, untuk mencapai “bagaimana” agar target itu bisa dipenuhi.
Segala macam cara disiapkan, SDM, membangun tim, menyiapkan daya dukung, menyiapkan strategi pencapaian, program pemasaran dan sebagainya. Semua bersiap dengan “bagaimana.”
Sayangnya seringkali terlupa untuk bertanya, “mengapa”-nya.
“Mengapa” ini sebenarnya yang harus ditetapkan lebih dahulu. Dan pertanyaannya itu mesti datang dari pemimpin, top leader, Direktur Utama, atau Komandan tertinggi. Para boss itu harus menjelaskan terlebih dahulu, “mengapa” harus melakukan sesuatu untuk mencapai target.
Sedangkan “bagaimana” adalah urusan level dibawahnya. Para pemimpin, harus lebih dulu menjelaskan “mengapa”-nya. Kemudian peringkat dibawahnya yang melakukan “bagaimana” untuk mencapai target yang sudah ditetapkan.

Sederhana? Tidak juga.
Para boss sering atau kadangkala lupa, lalai atau tidak menganggap penting, untuk menjelaskan “mengapa” harus melakukan sesuatu. Padahal “mengapa” itu adalah arah, patokan, tujuan, destinasi yang harus dituju.
Oleh sebab itu “mengapa”-nya mesti dijelaskan dengan baik. Sebab jikalau tidak dijelaskan dengan baik, atau salah dipersepsi, maka cara mencapai tujuan itu berpotensi menjadi kurang akurat, tidak terarah atau malah bisa salah. Dan target atau tujuan bisa gagal diperoleh.
Dari sisi manajemen Simon Sinek, menulis buku yang inspiratif “Find your Why”. Dia menyimpulkan untuk menemukan “mengapa,” seseorang mesti menulis MENGAPA-nya dalam sebuah kalimat sederhana dan jelas. Kalimat itu memiliki format : UNTUK . . . . SUPAYA . . . .
Bagian titik-titik setelah UNTUK adalah kontribusi yang anda berikan terhadap orang lain. Sedangkan titik-titik setelah SUPAYA, adalah hasil dari kontribusi anda tersebut. Misalnya : UNTUK mendapat laba perusahaan yang besar, SUPAYA kesejahtaeraan karyawan lebih baik dan layak.
RANAH SPIRITUAL
Baiklah itu pertanyaan untuk sesuatu yang fisik dan kasat mata. Ada lagi pertanyaan yang bersifat spiritual, mengenai sesuatu yang hanya bisa dirasakan dengan rasa dan intuisi.
Pada dimensi “spiritual” kita juga mesti bertanya “mengapa,” daripada “bagaimana.” Dan “mengapa” nya itu, juga perlu dijelaskan, disadari, dipahami dan dimengerti dengan baik.

Marilah kita bertanya ulang, Sebenarnya “mengapa” kita harus melakukan sesuatu? Jangan-jangan kita terlalu sibuk dengan “bagaimana,” tetapi tidak fokus dengan “mengapa”-nya. Terlalu terpukau dan terpaku dengan “bagaimana” dan lupa kepada “mengapa”.
Friedrich Nietzsche (1844-1900) seorang filsuf Jerman, berkata bijak : “He who has a why to live for, can bear almost any how.” Seorang yang memiliki “mengapa” untuk hidup, dapat menghadapi hampir semua “bagaimana” untuk menjalani hidup. Seuntai kalimat yang terasa biasa saja, tetapi maknanya begitu dalam, bagi yang mau merenungkannya.

Akhirnya, marilah bertanya (lagi), pertanyaan yang sangat mendasar, “Mengapa manusia hidup?” Jawabannya bisa sederhana, tetapi juga bisa sangat rumit. Yang jelas maknanya tidak sederhana.
Saya persilahkan masing-masing pribadi pembaca mencari dan menemukan sendiri (kembali) ke dalam diri dan hati nurani. Pertanyaan mendasar “mengapa” dan “bagaimana”-nya.
Yang jelas, janganlah terlalu terpesona dengan “bagaimana” dan kemudian lupa kepada “mengapa”.
Mudah-mudahan semua yang sempat membaca ini selalu sehat, semangat dan mendapat bimbingan dan berkah Illahi. Amin.
Kemayoran : KPA, 6 Januari 2023