MERDEKAAA …

Merdeka … !!! Sekali merdeka tetap merdeka!!! Pekik kemerdekaan bangsa Indonesia 77 tahun yang lalu itu begitu menggelora dan menggentarkan penjajah. Dan juga menginspirasi banyak negara ke tiga, sehingga mereka ikut berjuang untuk mendapatkan hak dan kemerdekaannya, dari para penjajah.

Sejarah mencatat betapa heroiknya kita pada saat merebut kemerdekaan. Di medan perang, anak-anak muda yang luar biasa, mereka berjuang dengan senjata apa adanya. Mereka seakan tanpa mengenal takut, berjuang demi negara sampai titik darah penghabisan. Disamping itu juga para pemimpin piawai dan mahir dalam hal bernegosiasi, padahal mereka masih muda-muda. Para pemimpin pendahulu kita dulu sungguh luar biasa. Mereka memiliki kualitas pemikiran yang cemerlang, dan di dukung dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi. Di medan perang dan di meja perundingan mereka yang masih muda-muda itu berjuang melawan superioritas Belanda.

Merdekaaa … !!! Sekali merdeka … tetap merdekaaa

Dan akumulasi dan gabungan perjuangan berdarah di medan perang dan adu cerdik berargumentasi di meja perundingan, membuahkan kemerdekaan Indonesia. Merdekaaa … !!!

Perjuangan merebut kemerdekaan sungguh tidak mudah dan sangat sulit, Indonesia terdiri dari puluhan etnis dan budaya yang sangat beraneka, kemudian disatukan dalam suatu kesatuan sungguh itu sesuatu yang tidak mudah. Oleh sebab itu semangat Bhineka Tinggal Ika —berbeda-beda, tetapi tetap berada dalam satu kesatuan— itu sungguh semboyan yang terasa magis dan sangat luar biasa.

Sesudah itu dalam perjalanannya Indonesia mengalami pasang surut dalam bernegara. Sebagai negara yang memiliki berbagai etnis dan budaya yang beraneka macam, sungguh tidak mudah menyatukannya menjadi sebuah wadah negara kesatuan. Selalu saja ada pihak-pihak yang tidak setuju dan mereka menunjukkan ketidak-setujuannya menjadi berujud pemberontakan.

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri (Bung Karno)

Sejarah telah mencatat stigma dalam NKRI bernegara, dalam bentuk beberapa pemberontakan antara lain : PKI-Muso (1948), Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DI-TII)-Kartosuwirjo (1949-1962), DI-TII-Kahar Muzakar (1952-1965), PRRI-Permesta-Ventje Sumual (1958-1961), RMS-Soumokil (1950-1963), DI-TII Daud Beureuh (1953-1962), dan G30S/PKI-DM Aidit (1965).

Sekarang ini yang menjadi pemikiran adalah bagaimana mengisi kemerdekaan, agar kita bisa menuju masyarakat adil makmur. Merealisasikan sila ke lima Pancasila:  keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini mudah diucapkan, tapi sulit dalam mewujudkannya. Dulu Indonesia berjuang secara fisik dengan senjata sederhana, tapi didukung semangat dan pantang menyerah, dan semua dilakukan Bersatu-padu, saling mendukung, berjuang sampai titik darah penghabisan, sepenuhnya demi tanah air Indonesia.

Kemudian untuk mengisi kemerdekaan dan meneruskan perjuangan para pendahulu kita, pada tahap ini tampaknya Indonesia juga membutuhkan anak-anak muda yang energik, punya kemauan keras dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka inilah yang akan mengawal perjalanan bangsa ini berikutnya. Di era yang serba klik ini, Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang memahami dan menguasai dengan baik ITC information, technology & communications. Merekalah yang bakal membuat kita, akan mampu bersaing di dunia internasional dan mampu mengangkat derajat bangsa ini.

Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita (Bung Hatta)

Bagi generasi tua seyogyanya mulai memberi jalan dan kesempatan mereka yang muda, untuk maju dan juga memimpin bangsa ini. Para generasi tua sudah waktunya perlahan-lahan menepi, menjadi pandita, lalu mendorong, mengarahkan, memberi saran dan nasehat bagi generasi penerus bangsa.

Yang memprihatinkan sekarang ini, terlihat perselisihan dan perbedaan pendapat semakin tajam. Semakin banyak pihak yang mulai terang-terangan dan terbuka saling menyalahkan, mencaci-maki, saling memojokkan dan merasa benar sendiri. Lalu ingin menunjukkan diri, lebih hebat daripada yang lain.

Difasilitasi kecanggihan teknologi informasi dan dihembuskan oleh medsos, perbedaan dan perseteruan semakin terbuka. Dan perlahan tetapi pasti rasa kebersamaan ini mulai meluntur. Rasanya tidak ada lagi kata “kita” yang adalah “aku” atau “kamu”. Dan ini semakin diperberat lagi, ketika muncul anggapan : “semua teman musuhku adalah musuhku juga!” 

Dan rasa kebangsaan sebagai suatu negara, perlahan mulai terkikis oleh kepentingan pribadi. Dan jika kondisi ini dibiarkan, tidak dikelola dan diberikan solusi yang positif dan kondusif, maka perbedaan ini akan semakin menguat. Dan yang mengerikan pemberontakan-pemberontakan di masa lalu itu membayang, dan akan berpotensi untuk muncul kembali. Jika itu terjadi akan mendatangkan risiko perpecahan, dan menimbukan efek destruktif, seperti yang dialami oleh Sri Lanka.

Mudah-mudahan kita tidak mengalami situasi yang mengerikan itu. Dan bangsa Indonesia selalu mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Saya percaya masih banyak para aulia, para kyai ulama, pendeta yang bekerja dan berdoa secara tidak kasat mata. Saya yakin masih banyak para sesepuh, pedanda dan pandita, yang masih terus berdoa dan memilih berjuang dari belakang layar. Mereka tetap berjuang dengan cara mereka sendiri! Melalui lantunan doa-doa dan munajat mereka, agar Indonesia tetap merdeka, bebas dari kebodohan dan tidak lupa mensyukuri rakhmat-NYA.

Hidup, bukanlah tentang “Aku Bisa Saja”, namun tentang “Aku Mencoba”. Jangan pikirkan tentang kegagalan, itu adalah pelajaran (Bung Karno)

Catatan sejarah itu mengingatkan kita, selalu akan ada perbedaan persepsi, keinginan dan perbedaan cara dalam melihat sesuatu masalah. Meskipun demikian hendaknya kita semua mampu melihat masalah dalam skala yang lebih besar, dan mencari titik temu kebersamaan dari berbagai keberbedaan. Bukannya malah memperlebar, memperluas, mengekspose sesuatu hal yang berbeda, yang akan mengundang perpecahan.

Sebagai bangsa kita membutuhkan kelapangan dada, keleluasan berpikir dan kebesaran jiwa, untuk menerima perbedaan dan mengerucutkannya demi kemaslahatan bersama. Ditengah-tengah situasi perekonomian dunia yang sangat volatile, dan terlebih dipicu oleh perang Russia dan Ukraina, Indonesia harus lebih mewaspadai untuk tetap menjaga kebersamaan dari keberbedaan dari semua pihak.

Akhirnya, dengan penuh semangat dengan tetap dan selalu berjuang di bawah kesadaran untuk tetap menjunjung tinggi kebersamaan, semoga Allah meridhai Indonesia, agar menjadi negara yang baldatan thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang memiliki alam yang indah, tanahnya subur, dan penduduknya makmur dan selalu bersyukur atas nikmat Allah SWT.

Seperti penggambaran makmur dan berdaulatnya suatu suatu negeri oleh Ki Dalang ketika membuka pagelaran wayang : “Panjang punjung pasir wukir loh jinawi, tata tentrem, gemah ripah, karta raharja, tuwus ingkang sarwa tinandur, murah ingkang sarwa tinuku.

Merdekaaa …. !!!

Kemayoran, 10 Agustus 2022

HERU LEGOWO