Jadi Tamu Dewaruci

KRI Dewaruci, namanya melegenda dan mendunia. Namanya begitu terkenal dan telah mengharumkan nama bangsa. Salah satu yang kita kenang dan membanggakan sebagai bangsa Indonesia, adalah ketika KRI Dewaruci yang merupakan kapal latih taruna dan kadet Angkatan laut ini, melakukan perjalanan muhibah ke Vancouver Canada.

Awal September 2009 yang lalu, KRI Dewaruci  sandar di Benoa-Bali, dalam perjalanan pulang setelah mengikuti international fleet parade Sail Bunaken di Manado.

Malam itu kami diundang oleh Komandan Pangkalan Angkatan Laut Kolonel Laut I Ketut Arya untuk menghadiri cocktail party, diatas kapal Dewaruci. Kesempatan yang langka.

Brigadir Jenderal Burhanuddin Wakil Gubernur Pendidikan TNI-AL memberikan sambutan. Beliau mengatakan ini adalah perjalanan kembali pulang ke pangkalan di Surabaya dari Sail Bunaken, setelah berpartisipasi dalam international fleet parade di Manado. Setelah ini, KRI Dewaruci akan terus berlayar ke Dabo-Singkep dan Batam sebelum kembali ke Surabaya. Diperkirakan tanggal 9 Oktiber 2009 akan sampai di pangkalannya di Surabaya. Perjalanan yang cukup panjang.

Dan kami duduk diatas kapal latih kebanggaan bangsa ini. Bersama Komandan Lapangan Udara Umar Faturachman, kami diajak untuk melihat-lihat semua pojok kapal latih yang legendaris ini. Dewaruci, kapal latih kadet Angkatan Laut sudah berusia 54 tahun. Masih gagah perkasa an menjadi duta bangsa dan kebanggaan bangsa. Kebanggaan yang sudah sangat jarang kita miliki lagi, dalam pergaulan internasional.

Seperti namanya, Dewaruci adalah “dewa” yang hanya mampu ditemui oleh Bima. Alkisah, Bima mendapat tugas dari gurunya Resi Drona, untuk mencari Air Kehidupan “Tirta Amerta.” Setelah Bima menaklukkan semua rintangan dan tantangan yang berat, barulah Bima akhirnya dapat bertemu Dewaruci! Sejatinya Bima tidak bertemu Dewaruci. Bima menemukan jati dirinya sendiri, yang sejati! Hanya Bima yang mampu melakukan itu, yang lain tidak mampu.

KRI Dewaruci berukuran panjang 58,5 Meter, lebar 9,5 Meter, draft 4,5 Meter. Bobot mati 847 ton, dari kelas Barquentine. Dibangun di H.C. Stulchen & Sohn Hamburg, Jerman dan merupakan satu-satunya kapal layar tiang tinggi yang dibuat galangan kapal itu pada 1952 dan masih laik layar, dari tiga buah kapal yang diproduksi.

Bima mencari Tirta Amerta

Diluncurkan tanggal 24 Januari 1953. Dan pada bulan Juli dilayarkan ke Indonesia oleh taruna AL dan kadet ALRI. Setelah itu KRI Dewaruci yang berpangkalan di Surabaya, ditugaskan sebagai kapal latih yang melayari kepulauan Indonesia dan juga ke luar negeri. Kapal ini memiliki 3 tiang utama, yaitu tiang Bima, Yudhistira dan Arjuna serta memiliki 16 layar, dengan luas total 1091 M2.

Kolonel Laut I Ketut Arya mengatakan, bahwa beliau menjadi perwira kapal ini pada tahun 1987. Pada waktu itu kondisinya lebih parah, karena tidak ada tempat tidur khusus. Jadi kalau mau tidur ada dimana saja. Malah tidur didalam sekoci adalah hal yang biasa. Sekarang ada tempat tidur bersusun tiga, yang cukup lumayan. Hanya saja saya tidak dapat membayangkan alangkah kroditnya ruang istirahat ini. Dalam ruangan sekecil itu berjubel para taruna sebanyak 100 orang. Ada sedikit ruang kosong ditengah dipakai untuk menyimpan peralatan drum band, dan juga koper-koper para taruna. Sempit banget!

Ruang tamu KRI Dewaruci kecil tetapi rapi. Dan tampak dipenuhi barang-barang kecil-kecil dari beberapa daerah di Indonesia. Di dindingnya terpampang foto KSAL dan Panglima TNI. Ruangan perwira kapal berdampingan sebuah bar kecil. Di ruangan Komandan Kapal, ada sebuah meja kerja di depannya sebuah tempat tidur dengan pintu berupa korden. Saya mencoba duduk di kursi di depan meja, ikut merasakan dan membayangkan bagaimana rasanya menjadi Komandan KRI Dewaruci. Wah, gagah juga dah.

Saya juga sempat melihat kamar mesin. Inilah jantung penggerak Dewaruci. Dua buah mesin tampak terawat dengan baik. Di pojok ada sehelai tikar untuk petugas kamar mesin. Di ruang sempit dan suara mesin yang bising, tentu tidak mudah  tidur dan istirahat. Deru mesin yang monoton dan berlangsung terus-menerus, membuat jenuh. Dapurnya kecil tetapi efektif.

Pada akhir acara para kadet dan taruna Angkatan Laut menyajikan berbagai tari-tarian tradisional. Mereka sungguh piawai memainkan peralatan band, fashion show, menyanyi, dan menari. Pertunjukkan yang disajikan oleh para taruna dan kadet Angkatan laut sungguh mempesona. Mereka memang pantas menjadi duta bangsa, ketika melakukan pelayaran antar benua. Mereka piawai bermain band dan bahkan menarikan tari Shaman dari Aceh dengan koreografi dan diiringi lagu Minang. Puluhan taruna menarikan tarian khas dari daerah-daerah di Indonesia dengan rapi, ritmis dan teratur. Ciri khas tentara!

Pada akhir penutupan mereka menyanyikan lagunya Gombloh : Indonesia tanah airku, putih tulangkubenar-benar membangkitkan dan menggelorakan rasa nasionalisme. Membanggakan!

Memperhatikan KRI Dewaruci dari dekat, memberikan pemahaman tersendiri. Kapal ini telah mendidik dan membentuk taruna-taruna Angkatan Laut yang handal dan tangguh. Dan telah menempa dan menghasilkan beberapa Panglima dan Komandan, dalam 56 tahun kariernya. Kapal ini juga memberikan kebanggaan bagi bangsa dan Negara Indonesia. Taruna dan kadet yang mengawakinya memperoleh kebanggaan sebagai prajurit yang tangguh, mengunjungi hampir setiap sudut Indonesia dan berkeliling ke seantero dunia. Pengalaman yang sangat lengkap, yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata.

Mendapat kesempatan melihat Dewaruci sungguh suatu hal yang langka. Paling tidak sekarang bisa lebih mengerti tentang Dewaruci lebih dalam lagi. Mudah-mudahan seperti namanya, Dewaruci memberi pemahaman yang lebih dalam lagi tentang hidup. Mencerahkan dan menegaskan arah yang mesti dituju bagi taruna dan kadet Angkatan Laut. Sekaligus menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Bravo Dewaruci …

Ditulis ulang mengenang KRI Dewaruci

KPA : Yogya, 21 Mei 2022