
Sumantri dan Sukrasana adalah kakak beradik, putera Resi Suwandagni dan Dewi Darini. Keduanya memiliki kesaktian yang luar biasa. Hanya secara fisik, keduanya sangat berbeda. Sumantri adalah seorang ksatria yang tampan dan gagah, sedangkan Sukrasana berwujud raksasa kecil yang bentuknya menakutkan bagi yang melihatnya. Walaupun begitu perbedaan fisik itu tidak membuat masalah. Dua kakak adik itu saling sayang menyayangi, dengan sepenuh hati.
Ketika beranjak dewasa Sumantri bermaksud mengabdi kepada Raja Maespati, yaitu Arjunasasrabahu. Sang Raja berkenan menerima Sumantri, dengan syarat : asalkan dia dapat memboyong Dewi Citrawati, putri cantik dari Magadha.
Alkisah Sumantri berhasil membawa Dewi Citrawati, untuk diserahkan kepada Raja Arjunasasrabahu. Tetapi timbul dalam hatinya, untuk mengambil Dewi Citrawati sebagai isterinya. Sekaligus Sumantri ingin menjajal kesaktian Sang Raja. Bukankah dia telah berhasil mengalahkan puluhan raja-raja, dengan kesaktiannya yang tidak ada bandingnya? Dia mulai mengukur kesaktiannya sendiri. Dan merasa, barangkali kesaktiannya tidak kalah dengan Raja Maespati, Arjunasasrabahu.
Dari pemikiran itu, alih-alih menyerahkan Dewi Citrawati, Sumantri malah menantang Raja Arjunasasrabahu, untuk berperang tanding. Jika dia kalah, maka dengan sukarela, dia baru akan menyerahkan Dewi Citrawati.
Raja Arjunsasrabahu menerima tantangan itu. Dan perang tanding itu pun berlangsung dengan sangat seru. Akhirnya, Sumantri melepaskan panah Cakrabaskara pemberian Betara Wisnu, tetapi tidak mampu membunuh Arjunasasrabahu, bahkan telah membuat Raja Maespati yag baik itu, bertiwikrama dan berubah menjadi raksasa dengan kepala seribu.

Singkat cerita, Sumantri kalah dalam perang tanding itu. Dia minta ampun, dan tetap ingin mengabdi kepada Raja Arjunasasrabahu. Raja mengabulkan dengan syarat : Sumantri harus memindahkan Taman Sriwedari dari Swargaloka ke Maespati.
Sebuah syarat yang sungguh berat! Tapi karena gengsi, Sumantri menerima syarat itu. Dan ternyata Sumantri tidak sanggup. Sumantri pun putus asa. Dia malu, sebab dia jika gagal selain akan kehilangan muka, juga pasti akan mendapat hukuman Raja Arjunasasrabahu.
Pada situasi kritis, datanglah Sukrasana. Dia sanggup membantu memindahkan Taman Sriwedari, dengan syarat : dia tidak mau lagi, berpisah dengan Sumantri. Kemana pun Sumantri pergi, dia harus ikut. Sumantri setuju. Dan atas kesaktian Sukrasana, Taman Sriwedari pun berpindah dari Swargaloka ke Maespati. Sumantri pun kemudian diangkat menjadi Patih Kerajaan Maespati. Jabatan yang prestisius dan bergengsi.
Tetapi kemudian timbul masalah. Sukrasana yang berujud raksasa kecil, seringkali membuat takut putri-putri di Tamansari. Kemudian Sumantri meminta adiknya untuk pergi. Tetapi Sukrasana tidak mau. Bukankah Sumantri sudah berjanji untuk selalu bersama-sama?
Sumantri pun memaksa. Sukrasana bersikeras tidak mau! Akhirnya, Sumantri mengancam dengan merentangkan anak panah tertuju ke dada Sukrasana. Sumantri sebenarnya hanya menakut-nakuti saja, agar Sukrasana takut dan pergi! Ternyata Sukrasana tetap tidak mau pergi!

Sumantri bingung. Dia harus memilih antara jabatan bergengsi, atau adiknya? Dia menjadi tegang, dan peluh membasahi wajah, badan dan tangannya. Lalu tanpa sengaja, anak panahnya lepas dari busurnya, dan menghunjam ke dalam dada Sukrasana! Adiknya sendiri yang sangat disayanginya.
Sumantri lari menubruk tubuh adiknya, sambil menangis sejadi-jadinya. “Maafkan aku, adikku. Bukan itu maksudku … !” Tetapi apaboleh buat, panah saktinya sebentar lagi akan merenggut nyawa adiknya, yang sangat disayanginya.
Sukrasana, lalu berkata perlahan : “Baiklah Kakang, tampaknya belum saatnya kita terus bersatu. Kelak aku akan menjemputmu, dan ketika waktu itu tiba, aku akan masuk ke dalam taring Rahwana! Sampai jumpa kelak, Kakang”
Setelah berkata begitu, jasad Sukrasana menghilang. Dan Sumantri larut dan tenggelam dalam tangis dan penyesalan yang sangat mendalam.
—————————-
Jadi apakah, pelajaran, insight dan metafora yang dapat kita petik, dari kisah tersebut?
Diceritakan kembali oleh : KPA, 16 Jan 2022