Perjalanan udara (air travel) selalu menarik karena kecepatan dan kenyamanannya. Dahulu untuk dapat terbang dan melakukan perjalanan udara, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan mereka yang memiliki uang yang berlebihan. Sejalan dengan perkembangan teknologi penerbangan dan terutama karena pengembangan airline berbiaya rendah, LCC (low cost carrier), maka semakin banyak orang dapat menikmati perjalanan udara dengan biaya yang relatif murah. Saya termasuk yang terkagum-kagum, ketika pertama kali Air Asia terbang di Indonesia dengan tag line yang terasa bombastis pada beberapa puluh tahun yang lalu: Now everybody can fly. Apalagi dengan teknik marketing, dimana beberapa tiket dapat diperoleh dengan sangat murah. Lebih murah daripada harga airport tax. Luar biasa. Kemudian Lion Air dengan tag line-nya : We make people fly. Lalu beberapa airline pun menyusul meramaikan dunia penerbangan berbiaya murah. Perjalanan udara menjadi terasa begitu murah, mudah dan menjangkau hampir seluruh kota di Indonesia. Tidak ada kesulitan lagi melakukan perjalanan ke semua wilayah dan seluruh pelosok Indonesia hanya dalam satu hari. Akumulasi penumpang LCC ini mengakibatkan jumlah penumpang penerbangan melonjak dengan cepat. Dengan mudah dilihat di bandara-bandara ketika hari Jumat sore dan Senin pagi, hampir seluruh bandar dipadati penumpang. Waktu menjadi concern utama bagi mereka para penumpang yang bekerja di Jakarta, tetapi rumahnya atau keluarganya berada di kota-kota lain yang masih dalam jangkau pesawat udara. Dengan demikian waktu menjadi sangat penting nilainya. Semakin hari mereka semua semakin demanding, mengharapkan pelayanan yang baik di bandara. Akibatnya mudah difahami jika kebutuhan akan waktu yang lebih cepat ini tidak terpenuhi, maka mereka dengan mudah menjadi emosional. Jika delay lama, maka akan berakibat penumpang melakukan tindakan anarkis yang merugikan banyak pihak. Keterlambatan penerbangan di sebuah bandara ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara kasat mata memang penumpang pesawat hanya berhubungan dengan airline yang akan menerbangkan dia ke tujuan. Padahal ada beberapa instansi lain yang juga mempengaruhi hal tersebut tadi.
AIRLINE Penumpang berhubungan langsung dengan airline. Jadwal penerbangan yang tertera pada tiket menjadi panduan jam berapa dia mesti datang ke bandara? Masalah dimulai ketika airline tidak dapat memenuhi waktu terbang seperti jadwal yang sudah ditentukan. Masalah yang menyebabkannya memang tidak sederhana. Walaupun ketepatan waktu terbang atau OTP (on time performance) menjadi tolok ukur bonafiditas airline, tetap saja menepati OTP masih menjadi kendala sebagian besar airline di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, OTP sangat dipengaruhi banyak faktor baik dari internal airline sendiri, maupun faktor-faktor lain diluar kendali airline yang bersangkutan. Secara mudah saja dari internal airline, faktor yang mempengaruhi antara lain adalah jumlah pesawat, jumlah pilot dan cabin crew, aircraft maintenance, line maintenance, transportasi crew. Adapun faktor-faktor diluar airline antara lain : fasilitas bandara, clearance dari petugas pengendali lalu lintas udara (ATC), cuaca dan lain sebagainya. Dari sisi airline, penambahan armada yang terus menerus akan membuat airport menjadi penuh sesak. Hanggar pesawat tidak mencukupi lagi untuk melakukan maintenance maupun untuk menyimpan pesawat. Apron tidak lagi cukup untuk menampung parkir pesawat. Runway tidak cukup mengakomodasi jumlah pesawat yang tinggal landas maupun mendarat. Airline menjadi bingung, dimanakah akan menyimpan jumlah pesawatnya yang semakin bertambah. Tahun ini saja Garuda Indonesia akan menambah pesawatnya sebanyak 18 unit, 4 Boeing B-777, sisanya Boeing B-738NG, Airbus A-320, CRJ-1000 dan pesawat berbaling-baling ATR-72. Lion Air juga terus manambah armadanya. Potensi Penerbangan Indonesia sungguh sangat bagus. IATA memperkirakan pada tahun 2034 nanti, Indonesia diperkirakan menjadi air travel market ke 6 terbesar di dunia. Itu berarti 3 kali lebih besar dari pangsa pasar yang sekarang ini. Di seluruh dunia dalam kurun waktu 20 tahun mendatang, akan ada tambahan 25.000 pesawat baru; dari 17.000 peawat yang ada sekarang. Luar biasa! Salah satu peran penting yang mendukung airline adalah pelayanan pesawat ketika berada di darat (ground handling). Kecepatan dan ketepatan jadwal sangat dipengaruhi bagaimana manajemen proses penumpang. Dimulai sejak dari check-in, pengaturan di boarding gate, sampai dengan pesawat didorong mundur dari parking stand (push back) di apron. Pekerjaan yang melibatkan banyak orang ini, perlu dilalukan dengan cermat, cepat dan tepat. Penumpang biasanya complain kepada petugas ground handling ketika pesawtnya terlambat berangkat. Padahal mereka hanya melakukan proses penumpang di darat. Jika sebab keterlambatan karena masalah pesawat dan teknis rotasi pesawat, mereka sebenarnya tidak dapat menjelaskan apa-apa, karena selain memang mereka tidak tahu, hal itu juga diluar kewajiban dan wewenangnya.
AIRPORT Sementara itu dari sisi airport, bandara-bandara baru dibangun. Yang terbaru adalah Kualanamu pengganti Bandara Polonia. Lainnya yang baru dibangun adalah terminal penumpangnya, seperti sudah dibangun di: beberapa bandara seperti di: Sultan Hasanuddin-Makassar, I Gusti Ngurah Rai-Bali, Sepinggan-Balikpapan, dan Terminal 2-Juanda. Padahal sesungguhnya yang dibutuhkan adalah penambahan landasan pacu, bukan terminal penumpangnya. Apa boleh buat, membebaskan lahan untuk menambah landasan pacu di sesuatu bandara, harganya sungguh sangat mahal. Sebagai ilustrasi Bandara Soekarno-Hatta sekarang sudah menjadi bandara tersibuk ke 9 di seluruh dunia, dengan jumlah penumpang lebih dari 62 juta setahun. Sebenarnya Soekarno-Hatta membutuhkan tambahan landasan pacu yang ketiga. Pihak Angkasa Pura II sedang melakukan upaya keras membebaskan tanah, untuk membangun runway tambahan. Sementara menunggu itu untuk meningkatkan kapasitasnya, Soekarno-Hatta menambah kemampuan landasan pacunya, dengan meningkatkan angka Runway Occupancy Rate (ROR) atau kemampuan landasan untuk melayani pesawat mendarat dan tinggal landas per jam. ROR adalah indikator optimalisasi sebuah landasan pacu. Untuk menampung lebih banyak pesawat Soekarno-Hatta akan meningkatkan runway occupancy rate menjadi 78 pesawat per jam. Tentu saja untuk memungkinkan hal itu, banyak regulasi yang mesti ditaati oleh airline. Salah satu diantaranya adalah kecepatan dan bekerja ketepatan petugas darat (ground handling). Jika clearance push back sudah diberikan oleh ATC kepada pilot, maka petugas darat mesti segera melakukan tugasnya dengan cepat. Jika terlambat lebih 15 menit dari waktu yang diberikan, maka clearance akan direvisi dan dapat memakan waktu lebih lama lagi.
AIRNAV Airnav adalah nama lain dari atau Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI). Lembaga pemerintah non-profit ini bertugas mengelola lalu lintas udara di seluruh wilayah udara Indonesia. Pekerjaan Airnav, terutama petugas ATC (Air Traffic Controller)-nya tidak pernah tampak secara kasat mata. Walaupun begitu, fungsinya sungguh sangat penting untuk keselamatan dan kelancaran lalu lintas udara. Mereka bekerja dibelakang layar radar, di ruang kendali lalulintas udara dan diatas Tower. Jumlah pesawat yang terus bertambah, dan airport yang tidak bertambah luas dan jumlahnya untuk menampung tambahan armada pesawat, pada gilirannya akan berdampak kepada Airnav. Agar ruang udara dapat digunakan lebih efektif, maka Airnav juga perlu memperbaiki managemen ruang udara diatas sana. Jarak antar pesawat (separation) perlu diatur agar lebih efisien dan efektif, sehingga ruang udara lebih banyak menampung jumlah pesawat yang terbang didalamnya. Airnav pasti sudah melakukan hal tersebut. Hanya saja Airnav harus terus berpacu dengan penambahan jumlah pesawat yang semakin banyak dan kapasitas bandara yang relatif tidak bertambah. Sudah pasti kepadatan rauang udara juiga semakin penuh, disesaki pesawat yang hilir mudik terbang.
HARAPAN Dari uraian diatas, nampaknya perlu ada sinergi terpadu dari instansi 3A tersebut diatas yaitu : Airline, Airport & Airnav. Masing-masing menjadi bagian yang sangat penting dari industri penerbangan. Satu dan lainnya benar-benar saling tergantung dan berkaitan, dan masing-masing tidak mungkin berdiri sendiri. Keterpaduan antara 3A tersebut akan menghasilkan sinergi yang optimal. Output-nya adalah adalah safety, security dan service yang lebih baik. Dan itu akan menjadi jaminan bagi para penumpang dan pengguna jasa bandara. Jika itu terwujud, maka dapat dipastikan perjalanan udara akan semakin aman dan nyaman. Sinergi dari ke tiga instasi inilah sekarang yang sedang ditunggu-tunggu oleh pengguna jasa penerbangan. Potensi masalah pada suatu saat akan bertemu pada suatu titik kulminasi yang bakal sulit ditemukan jalan keluarnya, jika tidak difikirkan mulai sekarang. Titik itu akan terjadi pada saat airspace dan airport menjadi penuh dan jenuh, karena dipadati pesawat yang jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun. Mudah-mudahan yang berkepentingan dalam hal ini sudah mengantisipasi sebelum titik jenuh itu terjadi. Semoga …