Niat bersih memancar alami dari hati nurani. Kebersihan hati nurani akan memancar keluar melalui airmuka dan raut muka. Orang-orang yang dikaruniai Illahi dan mendapat ridhaNYA, memiliki hati yang bersih, niat bersih, dan mampu melihat segala sesuatu dari sisi positif, jauh dari iri apalagi dengki. Orang-orang itu biasanya dapat melihat segala seuatu dengan hati lapang dan pikiran jernih. Keberadaannya dalam suatu lingkungan akan mempengaruhi sekitarnya. Pengaruh itu yang biasanya mewujud menjadi wibawa. Wibawa yang positif adalah timbul karena respect, bukan karena paksaan dengan ancaman yang membuat orang takut. Jadi sebenarnya itu bukan wibawa namanya, tetapi ketakutan. Model pemimpin yang menyebar ancaman ini diikuti, karena pengikutnya takut ancaman, jika kehendaknya tidak diikuti.
Kembali ke hati nurani, seorang pemimpin tidak hanya membutuhkan kepandaian teknis dan manajerial semata-mata. Dia seyogyanya memiliki hati dan nurani yang bersih. Kebersihan hatinya akan memancar keluar, memberi nuansa positif, cerah, ceria, memberi aura tenaga dan warna lingkungan dan sekitarnya. Pemimpin selain perlu berfikir jernih juga mampu bertindak berdasarkan hati nuraninya.
Pada kenyataannya fenomena yang terjadi, sedikit sekali pemimpin yang memiliki karakteristik seperti itu. Diantara yang sedikit itu, barangkali Jokowi Gubernur DKI salah satunya. Kekuatan yang muncul dari niatnya yang bersih diapresiasi oleh masyarakat sekitarnya. Ketika kemudian beliau blusukan ke lokasi kumuh, itu dilakukan (mudah-mudahan) juga dengan hati bersih. Bukan karena ingin mendapat pujian. Dia bekerja, bukan mencari popularitas.
Marilah kita renungkan bersama, pemimpin sebenarnya adalah seorang khalifah. Dia mendapat amanah untuk mengendalikan dan mengelola sejumlah orang, organisasi atau unit kerja yang dipercayakan kepadanya. Selain kemampuan teknis dan manajerial, seorang pemimpin seharusnya memiliki jiwa pengorbanan, demi keberhasilan tugas yang diserahkan kepadanya. Jika hanya mengandalkan kemampuan teknis dan manajerial semata-mata, sebenarnya dia tidak mendalami tugasnya dengan sepenuh hati. Masih ada pertimbangan lain yaitu pamrih, meskipun itu tersembunyi karena hanya dia sendiri yang tahu dan menjadi rahasia pribadinya.
Seorang pemimpin mesti memiliki kekuatan dan dorongan untuk memberikan sesuatu yang dia miliki untuk kepentingan orang banyak. Seyogyanya dia tidak hanya mengambil suatu keuntungan dari keberadaannya sebagai seorang pemimpin, tetapi dia juga mesti mampu memberi! Memberi tidak mesti bersifat material atau fisik. Pemimpin mesti mampu memberi sesuatu yang tidak bersifat material. Menurut hemat saya, justru disinilah makna sebenarnya dari seorang pemimpin. Jika staf atau anak buahnya merasa memperoleh sesuatu, belajar, mendapat ide, termotivasi, menjadi lebih bersemangat bekerja, merasa sebagai bagian dari sebuah tim kerja, dan lainnya. Itulah sebenarnya esensi seorang pemimpin!
Mencermati hal tersebut, marilah kita mencoba menerapkan dalam kehidupan organisasi. Semua pemimpin di setiap jenjang mesti memahami filosofi tersebut. Memahami bahwa pemimpin adalah khalifah Allah. Mengerti bahwa salah satu tugas pemimpin adalah berkorban demi kepentingan yang lebih besar dan lebih banyak. Para pengikut yang berada dibelakang dan mengikuti dan mengamati perilaku pemimpinnya.
Salah satu sifat Allah Swt adalah Rahman-Rahim, pengasih dan penyayang. Derivasi dari itu semestinya juga harus mewarnai para pemimpin Gapura Angkasa, dari level atas sampai dengan ke bawah. Rahman-Rahim esensinya adalah memberi, tanpa (terlalu) mengharap balasan. Tulus, ikhlas dan legowo. Suatu hal yang mudah diucapkan, tetapi sulit dalam prakteknya. Walk the talk, satunya kata dan perbuatan adalah sesuatu yang sulit.
Dalam skala yang lebih luas, Indonesia memerlukan dukungan dan membutuhkan energi besar dari para pemimpinnya yang memiliki karakteristik rahman-rahim tadi. Energi itu yang tercipta dari kebersihan hati, akan mewujud dalam gabungan energi yang besar. Dan yang saya percayai, akan menyelamatkan bangsa ini. Indonesia membutuhkan doa dari para aulia, ustadz, pendeta, pastor, pandita, dan juga keihlasan dari pemimpin di negeri ini. Dengan gabungan antara keduanya, Indonesia akan menuju apa yang diprediksi oleh para ahli, bahwa suatu saat Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Saya hanya sekedar sharing, dengan harapan hal tersebut menjadi pemikiran dan perenungan bersama para pemimpin di setiap jenjang. Masih banyak hal yang akan kita lakukan, masih banyak hal yang belum kita tahu, masih banyak hal yang harus kita kerjakan untuk kepentingan orang banyak. Kesadaran akan hal itu, akan menggerakkan, mendorong dan menyadarkan kita semua untuk berbuat lebih baik lagi pada masa mendatang.
Kesadaran itu penting, dan harus muncul dari dalam diri pribadi. Anda adalah pemimpin yang dipercaya untuk mengelola suatu unit kerja. Untuk itu belajar, mengubah diri, beradaptasi, mengasah kemampuan, dan berkontemplasi adalah bagian dari proses pendewasaan pribadi. Semuanya itu dapat timbul karena faktor dari luar, tetapi bisa muncul sebagai kesadaran dari dalam diri sendiri. Yang terakhir pasti lebih berkualitas, karena muncul berdasarkan kesadaran. Saya sekedar berusaha membangunkan kesadaran itu, agar anda tidak terlena atau kurang menyadari maknanya.
Seorang leader mesti diikuti follower. Seperti keping mata uang yang memiliki sua sisi, leadership mesti memiliki sisi lainnya yaitu : followership. Tanpa ada follower anda bukanlah seorang leader. Jadi anda mesti memiliki kiat dan teknik untuk leader yang baik. Jagalah dengan baik para follower anda, jika anda masih ingin disebut sebagai seorang leader!
Mudah-mudahan renungan ini mampu memperkaya pemahaman yang sudah anda miliki selama ini, dan dapat dan dipraktekkan dalam operasional di lapangan. Sempatkan membaca dan menganalisis demi kematangan anda sendiri. Bismillah …
very like this blog,,semoga bermanfaat…amiin… Terimakasih
P.Heru Legowo, semoga sehat & panjang umur.
Nevi … Mudah-mudahan tetap SMS – sehat, manfaat, semangat. Salam & terimakasih banget yah