Bandar Udara Internasional Ngurah Rai melayani penumpang rata-rata sebanyak 12 ribu orang per hari, 5.500 orang penumpang domestik dan 6.500 orang penumpng internasional. Dengan luasnya yang hanya 285 hektar, bandara mungil ini mulai terengah-engah melayani jumlah penumpang yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya.
Terminal Domestiknya yang hanya seluas 15.000 M2 dengan kapasitas 1,5 juta penumpang per tahun, sudah harus melayani penumpang sebanyak 4,5 juta penumpang. Artinya 3 kali dari kemampuannya. Sudah waktunya harus segera direnovasi atau dibuat yang baru untuk melayani penumpang lebih baik lagi.
Dan datanglah tanggal 16 Maret 2010 hari libur Nyepi, tahun baru Saka 1932. Umat Hindu menjalankan upacara Catur Brata Penyepian. Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak memuaskan hawa nafsu). Bali menjadi seperti kota mati yang ditinggalkan penduduknya.
Begitu jugalah Bandara Ngurah Rai. Sejak tanggal 16 Maret dari jam 06.00 pagi sampai dengan tanggal 17 Maret jam 06.00, atau selama 24 jam Bandara Ngurah Rai ditutup untuk semua penerbangan. Bandara menjadi seakan-akan berhenti. Barangkali ini adalah sebuah kesempatan, untuk sedikit bernafas dari kegiatannya selama 365 hari dan 24 jam terus-menerus, tanpa berhenti. Bandara Ngurah Rai seperti sedang tidur sejenak, melepaskan ketegangan dan menyelaraskan diri dengan alam sekitarnya.
Pada waktu Nyepi, siang hari suara burung tekukur sangat dominan, mewarnai hari yang sepi dan hening. Karena tidak ada teriakan anak-anak, tidak ada suara manusia yang berbicara, tidak ada suara mobil yang bersliweran dan tidak ada deru mesin pesawat. Suara burung tekukur menjadi irama yang dominan dan membuat seakan-akan berada di dalam hutan.
Siang hari, memperhatikan Bandara Ngurah Rai ketika nyepi. Benar-benar seperti sebuah bandara tanpa penghuni. Sunyi, sepi, senyap dan hening. Ketika melihat keliling bandara, ke terminal, apron bahkan masuk ke runway. Bandara Ngurah Rai seperti bandara yang ditinggalkan orang. Hanya beberapa petugas yang standby jika terjadi situasi emergency. Di apron ada 3 buah Airbus Air Asia yang parkir, sebuah BAe 146 milik Aviastar dan 2 buah pesawat Merpati Nusantara buatan China. Di pelataran parkir ada 220 mobil yang diparkir dan 350 buah sepeda motor.
Pada malam hari, semuanya gelap,. Bali gelap, juga Bandar Udara Ngurah Rai. Bintang-gemintang di langit menjadi sangat terang dan gemerlapan, karena sekelilingnya tidak ada sinar lampu yang menyaingi. Keindahan yang sering ditulis oleh penyair, menjadi nyata dan dapat dirasakan. Dari atas Tower pengatur lalu lintas udara, lampu-lampu di pantai selatan Banyuwangi tampak terang, padahal jaraknya lebih dari 50 km. Dari atas ketinggian ini yang keliatan justru lampu-lampu kapal di laut. Di darat, gelap total. Bagi yang dapat merasakan kita dibawa ke alam kesendirian. Situasi introspeksi diri yang dalam.
Situasinya seperti ketika penulis naik ke puncak Rinjani-Lombok, di pos terakhir di Plawangan Sembalun 2600 Meter diatas permukaan laut. D puncak sebuah bukit, di dalam tenda yang diterpa angin sangat keras, bulan separo dan bintang-gemintang sangat gemerlapan. Terang dan indah sekali. Kala itu sebuah perasaan menyergap dan tiba-tiba penulis merasa begitu sangat kecil dan tidak berarti apa-apa. Situasi yang sulit dan langka untuk dapat masuk ke kesendirian yang sebenarnya.
Kembali ke titik nol. Secara spiritual Nyepi atau Sipeng ini adalah bersemadi atau mengheningkan pikiran dan perasaan, menghentikan segala aktivitas, mengevaluasi diri sendiri seberapa jauh perbuatan baik yang dapat kita teruskan dan seberapa besar kesalahan yang perlu diperbaiki dan dibenahi pada tahun yang akan datang. Sebab tanpa mulai dari kosong, kita tidak akan dapat membuat perhitungan atau perencanaan serta program yang baru.
Mudah-mudahan itu juga akan berlaku bagi Bandar Udara Ngurah Rai. Banyak hal yang masih harus terus diperbaiki dan ditingkatkan. Melalui perenungan diri semacam ini, bandara ini akan terus berbuat sebagai pintu gerbang Bali.
Tanggal 17 maret jam 06.25 pagi pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia, dengan nomor penerbangan GA871 mendarat dari Incheon Korea, dan operasi bandara dimulai lagi.
Bandar Udara Ngurah Rai hidup kembali. Kembali ke tugasnya sehari-hari, memberikan prasarana bagi penerbangan, melayani penumpang dan menjadi penggerak perekonomian Bali, dan menjalankan fungsinya sebagai pintu gerbang pulau dewata, a gateway to paradise.