Komodo (Varanus Komodoensis) adalah salah satu binatang purba yang masih mampu bertahan hidup sampai sekarang. Komodo hanya dapat ditemui di Indonesia. Binatang purba ini hidup di Pulau Komodo, Pulau Gili Motang dan Pulau Rinca dan di pantaipantai utara Pulau Flores.
Tahun 1990 populasinya sekitar 3.336 ekor, dengan perbandingan 3,4 ekor jantan dan 1 ekor betina. Untuk membedakan jantan dan betina, dari ekornya. Yang ekornya lebih panjang adalah jantan. Para ahli memperkirakan Komodo ini mampu hidup selama 50 tahun. Dalam 6-8 tahun Komodo telah dewasa dan masa kawin pada bulan Juli s/d Agustus Komodo bertelur pada bulan Agustus s/d September sebanyak 15-30 butir. Telurnya berukuran panjang 9 cm dan menetas setelah 8-9 bulan. Komodo kecil, biasanya hidup di dahan-dahan pohon, memakan serangga dan binatang melata seperti cicak dsbnya. Sampai usia 5 tahun Komodo kecil ini biasanya bertahan hidup di atas pohon untuk menghindari kanibalisme, karena dapat dimangsa oleh komodo yang lebih besar. Dari 15-30 telur yang menetas, hanya 2-3 ekor yang akhirnya selamat menjadi Komodo dewasa.
Komodo biasanya berburu rusa, kuda dan kerbau di padang savana. Hanya dengan cara melukai mangsanya, maka air liurnya yang mengandung bisa dapat mematikan mangsanya. Dan dalam waktu 1 bulan seekor kerbau yang terluka dan terkena air liurnya, akan mati. Komodo kemudian dapat menemukan lokasi matinya kerbau, hanya dengan mengendus baunya yang dibawa angin. Mereka kemudian secara berkelompok memakan mangsanya. Seekor Komodo dewasa seberat 50 kg mampu makan 40 kg daging.
LABUAN BAJO
Untuk melihat langsung Komodo, anda harus melalui Labuan Bajo. Jika menggunakan pesawat, anda dapat terbang melalui Bandara Ngurah Rai. Beberapa penerbangan dapat membawa anda kesana. Akhir Agustus 2008 yang lalu, penulis menyempatkan diri untuk melihat komodo langsung. Penulis berangkat dari Bandara Ngurah Rai, naik pesawat Riau Airline yang di operasikan oleh Trans Nusa ke Labuan Bajo. Setelah 1 jam 20 menit, pesawat Fokker 50 mendarat dengan mulus di Bandara Komodo. Di terminal kedatangan yang nampak sangat sederhana, Pak Man sudah siap menjemput.
Kami menuju ke Hotel Bintang Flores, yang baru dibuka Mei yang lalu. Setelah check in, kami segera mencari boat untuk melihat Komodo. Tadinya kami berkeras ingin ke Pulau Komodo, tetapi mengingat waktu terpaksa kami beralih ke P. Rinca. Ke P. Komodo perlu waktu 4 jam, sedangkan ke P. Rinca hanya 2,5 jam. Populasi Komodo memang lebih banyak di P. Komodo, tetapi lebih mudah menemukan Komodo di P. Rinca, dibandingkan dengan P. Komodo!
Maka jadilah, jam 12.45 setelah membeli beberapa bungkus makanan untuk bekal, kami menyewa kapal boat. Kapal Karunia yang berukuran lebih kurang 15X3 M ini, diawaki Ahmad dan Herman. Ahmad berceritera bahwa mereka sering membawa bule-bule wisatawan asing, mengelilingi P. Komodo dan sekitarnya dalam 3-4 hari. Biayanya Rp. 1,5 juta / hari, sudah termasuk makan. Kapal bergerak perlahan meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo. Di kiri-kanan banyak pulau-pulau, juga di kejauhan sejauh mata memandang. Pasti sangat banyak pulau kecil disekitar sini. Di dataran, tampak pulau yang membukit dan gersang. Pasti disanalah Komodo “the living legend” ini berkeliaran merajai pulau-pulau ini.
Hikayat mengatakan bahwa pada jaman dahulu ada seorang puteri bernama Putri Naga Komodo. Putri ini menikah dengan seorang pria bernama Majo dan dikarunia 2 orang putra-putri kembar. Yang laki-laki diberi nama Gerong dan yang putri diberi nama Orah.
Suatu hari Gerong beburu rusa. Ketika dia mendapatkan rusa, tiba-tiba datang kadal raksasa yang juga akan memangsa rusa buruan Si Gerong. Ketika Gerong mengangkat tombaknya, kadal raksasa pun menyeringai menunjukkan taringnya yang menakutkan. Pada saat genting itu, datanglah Sang Putri Naga Komodo dan memberitahu Si Gerong : “Jangan bunuh binatang itu karena dia sebenarnya adikmu. Hiduplah kalian damai sampai nanti”.
Barangkali, itulah yang membuat manusia dan Komodo selalu hidup berdampingan sampai sekarang. Beberapa kali kami berpapasan dengan kapal boat sejenis yang telah selesai mengantarkan tamu-tamunya kembali dari P. Rinca. Kebanyakan mereka wisatawan asing. Di tepi dan teluk, nampak beberapa yacht yang sandar dan lego jangkar. Melihat bentuknya pasti milik para wisatawan asing
PULAU RINCA
Setelah 2,5 jam kurang sedikit, Ahmad dengan perlahan menyandarkan kapalnya. Herman sibuk membuang jangkar dan mengatur agar lunas kapal dapat masuk dan merapat ke dermaga dengan mulus.
Kami turun melalui dermaga kayu, di papan nampak tulisan : “Welcome to Komodo National Park Loh Buaya” Herman turun dan memandu kami menuju kantor. Setelah berjalan + 15 menit Kami tiba di kantor Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam. Pak Mai seorang PNS golongan III/a yang sudah berdinas selama 20 tahun antara P.Komodo dan P. Rinca, melayani penulis membeli karcis masuk. Biaya sumbangan untuk konservasi Rp. 75.000.- dan karcis Rp. 22.000.- Tugas Herman awak kapal Karunia, hanya sampai disini. Kami kemudian dipandu oleh Viktor.
Viktor pemandu wisata kami piawai menjelaskan tentang komodo, perilaku, sarang dan mangsanya. Dia mengajak kami menelusuri padang yang gersang. Dan kata dia kami cukup beruntung, karena sempat melihat komodo yang sedang kawin. Sarang komodo berupa lubang-lubang di dalam tanah yang berpasir. Binatang purba ini mengerami telurnya selama 8-9 bulan. Dari 15-30 komodo, biasanya yang dapat bertahan sampai menjadi dewasa hanya 2-3 ekor saja. Kebanyakan komodo kecil ini disantap oleh komodo yang lebih besar.
Komodo yang nampak lamban itu, kalau sedang mengejar mangsanya dapat berlari cepat sekali. Kecepatannya dapat mencapai 18-20 km per jam. Air liurnya memiliki bisa yang tajam. Bekasnya saja yang menempel di kain, jika kena kulit dapat menyebabkan demam dan meriang dalam beberapa jam. seekor Komodo setelah menyantap makanan, biasanya dapat bertahan 1-2 bulan tidak makan. Mereka bermalas-malasan berbaring santai, seakan bukan binatang buas yang menyeramkan.
Pada bagian tengah pulau Viktor mengajak kami mendaki bukit, untuk melihat pemandangan dari atas. Dan benarlah sungguh, alangkah cantiknya pemandangan di sekitar P. Rinca ini. Dari puncak bukit, dikejauhan nampak laut yang membiru dengan puluhan pulau yang tersebar, membentuk gugusan pulaupulau. Di daratannya, beberapa pohon lontar tumbuh menjadi bagian dari pulau yang gersang ini. Pada trek yang kami lalui nampak jejak kerbau, santapan komodo.
WISATAWAN ASING
Kami bertemu dengan banyak bule di lokasi P. Rinca, mereka datang dari berbagai negara. Salah satu dari mereka adalah pasangan Jeff & Allison dari New Zealand. Jeff berkata bahwa dia sedang membantu program bantuan pariwisata kepada pemerintah Indonesia. Dia mengorganisir hampir 100-an yacht yang datang langsung dari New Zealand dan tersebar dari Bali s/d Flores. Mereka sudah 5 minggu di perairan Indonesia. Luar biasa. Asyik banget! Jeff & Allison mengatakan: Your country is very beautiful.
Menjelang pulang, kami memperhatikan beberapa bule menggunakan boat kecil yang berisi 1-2 orang, keluar dari Pulau Rinca. Boat-boat kecilnya ditambatkan begitu saja di dermaga. Setelah selesai melihat P. Rinca, mereka melepaskan boatnya dan meluncur ke yacht masingmasing. Melihat mereka meluncur dengan anggun dan santai meninggalkan P. Rinca. Kayaknya enak banget. Seperti naik Honda bebek aja. Boatnya meninggalkan riak-riak yang indah, lama kelamaan hilang dari pandangan mata. Asyik sekali
KEMBALI KE LABUAN BAJO
Jam 5 sore kami segera pulang kembali ke Labuan Bajo. Sebentar kemudian hari menjadi gelap. Hujan gerimis turun dan angin bertiup keras. Herman menurunkan tirai di sebelah kapal, untuk mengurangi terpaan angin. Deru mesin kapal berdengung membuat situasi cukup syahdu. Barangkali untuk mengemat bahan bakar lampu kapal tidak dinyalakan. Di cakrawala lampu-lampu kapal berkelip-kelip, diantara siluet pulaupulau. Air laut kehitaman dan beriak kecil. Di kejauhan nampak lampu-lampu sangat terang. Tadinya kami kira itu adalah lampu-lampu kapal atau yacht. Ternyata lampu yang terang adalah tempat penangkaran mutiara. Pantai-pantai labuan Bajo ternyata juga menjadi penghasil mutiara.
Jam 7 malam kami sandar di Labuan Bajo. Pak Man lagi-lagi sudah siap menjemput. Kemudian kami ke Gardena, sebuah restoran di ketinggian. Dari situ kita bisa melihat pelabuhan dengan lebih jelas. Hanya sayang, karena sudah malam keindahannya tidak nampak dengan jelas. Jika siang hari pemandangan dari sini pasti cantik sekali.
Kami segera pulang, kembali ke hotel. Besok kami akan meneruskan perjalanan lain yang pasti juga tidak kalah menariknya menarik. Melihat danau tiga warna di Kelimutu, Ende! dan keistimewaan yang belum tersentuh dan harus di kelola dengan lebih baik. Justru bule-bule itulah yang sangat menghargai memuji dan menikmati keindahan alam kita. Sementara kita masih terkesan kurang peduli, padahal kita memiliki sesuatu yang sangat langka …
Sebuah kisah perjalanan yang mengungkap keindahan dan potensi daerah, yang menggugah pembaca untuk berkunjung .. untuk berwisata atau berinvestasi. Tulisan pak Heru telah membuka tirai daerah-daerah terpencil dan terisolir untuk diketahui pembaca tulisan ini.
Semoga masih banyak lagi yang menarik …